Saturday, December 25, 2010

Nasionalisme Sepakbola, Pertarungan Simbolik

Publik mengakui, tidak diragukan lagi bahwa salah satu kekuatan pendorong tersembunyi di balik pertarungan final Piala AFF 2010, Indonesia melawan Malaysia, adalah semacam nasionalisme yang menyala-nyala. Sepak bola menjadi katarsis sosial-politik warga yang kian galau dengan reformasi 10 tahun ini.
Mantan Rektor UIN Jakarta Prof Azyumardi Azra menilai, bagi warga Indonesia, tumpukan emosi, sentimen, kemarahan dan rasa frustrasi itu tidak hanya terkait dengan kasus-kasus menyangkut Malaysia, tetapi juga realitas domestik, baik berkenaan langsung dengan sepak bola maupun dengan realitas ekonomi dan sosial-politik.
Karena itu, publik mencatat, meski Tim Nasional Indonesia selalu menang dalam tiga pertandingan penyisihan dan dua kali semifinal di Gelora Bung Karno, Senayan, teriakan-teriakan yang menghujat pengurus PSSI tetap saja muncul.
“Inilah sebuah katarsis. Walaupun katarsis yang lebih langsung terkait dengan politik nasional tidak muncul terbuka,” ungkap Azyumardi yang juga pemerhati bola.
Hanya saja, sepak bola dan para pendukungnya hanya menyisakan sedikit ruang untuk meletupkan sentimen, emosi dan kemarahan menjadi katarsis semaunya.
Tentu saja, semua tak ingin ada pengungkapan katarsis secara sembrono karena mengandung risiko sangat besar, khususnya terhadap dunia persepakbolaan Indonesia, yang kini sudah terlihat kembali menjanjikan.
Tantangan bagi para pendukung Tim Nasional Indonesia hari-hari ini adalah mengungkapkan katarsis secara relatif bebas, tetapi tetap dengan tidak melakukan pelanggaran serius terhadap norma-norma etik dan keadaban publik.
Dalam kaitan ini, Manajer tim nasional Indonesia Andi Darussalam Tabussala menyatakan, baginya, laga nanti akan sangat menarik karena kedua tim sangat mempersiapkan strategi masing-masing.
Setelah pertemuan di fase grup, kedua timnas yang saling bersaing itu bakal tahu bagaimana gaya bermain lawannya. “Kita bisa mengharapkan pertandingan seru tersebut,” kata Andi Tabussala.
Sebagai katarsis sosial-politik, para penonton sepakbola tentu diharapkan tidak menjadi holigan, perusuh, yang bisa menyulut keresahan publik. Apapun hasil pertandingan Indonesia-Malaysia itu, nasionalisme dan keadaban diuji.
Maka, menyaksikan laga bola Malaysia-Indonesia, sebaiknya kita tak boleh panik kalau kalah, dan tak perlu euforia berlebihan kalau menang. [mdr]
sumber: inilah.com

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger